Sabtu, 15 November 2008

Kunjungan ke PGK



Asyiiik..... Itu yang pertama kali ada di benak saya. Rada norak seh, jarang banget khan dapet kesempatan seperti kegiatan kunjungan ke daerah-daerah bahkan sampai ke luar kota seperti ini. Nah kebetulan kegiatan ini berlokasi di Pangkal Pinang, yah masih deketlah ma tempat pembuatan Film layar lebas "LaskarPelangi". Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 22 sampai 28 Oktober 2008, cukup lama bukan!!! Adapun beberapa kegiatannya antara lain:
1. sosialisasi tentang pulau Batam dan kampuz.
2. pameran pendidikan yang diselenggarakan oleh SMU Santo Yoseph.

Sepanjang kegiatan sosialisasi kami ke sekolah2 yang ada di pangkal pinang, kami mendapatkan respon yg baik dari teman2 siswa/i yang ada disana.

Siapa Aku....????

Pertanyaan mengenai diri sendiri merupakan sebuah pertanyaan menggelitik, karena dari situlah filsuf-filsuf besar seperti Plato, Sokrates, Hume, bahkan seorang Nietzche memulai perjalanan filosofisnya. Lalu, siapa aku ? Satu-satunya hal yang paling saya ketahui dari diri saya adalah saya tidak tahu apa-apa. Oleh karena itu, hakikat saya di dunia ini sebenarnya merupakan sebuah perjalanan panjang untuk mempertanyakan, meragukan, dan mengagumi segala sesuatu, Omnibus dubitandum. Berangkat dari ketidaktahuan dan keingintahuan saya, saya mencoba mendeskripsikan bagaimana dan apa saya itu. Kalau boleh saya gambarkan, saya kurang-lebihnya dapat dianalogikan seperti Joker. Anda tahu kartu Joker ? Personifikasi dari kartu itu adalah sosok badut mungil dengan banyak lonceng tergantung pada sekujur tubuhnya. Selain itu, stereotype yang melekat pada tubuh mungil joker adalah sosoknya yang selalu melompat, tersenyum pada kartu-kartu yang lain, dan membunyikan lonceng-lonceng yang ada pada tubuhnya. Joker, oleh Jostein Gaarder dalam “Misteri Soliter” digambarkan sebagai sosok yang selalu mengganggu ketenangan kartu-kartu lain dengan mengajukan berbagai pertanyaan mengenai kehidupan ini. Itulah saya (kurang lebihnya). Saya adalah joker, kartu yang berbeda dari kartu lainnya. Saya terkadang mengganggu orang lain dengan mempertanyakan dan berusaha mencari tahu apa itu kehidupan. Saya bukanlah (setidaknya sampai sekarang) seorang yang terjebak dalam Labirin Knossos, tersesat dan hanya dapat kembali jika ia menemukan benang Ariadne. Justru sebaliknya, saya terkadang berupaya mendekonstruksi substansi dogmatis-fundamentalis yang membuatnya nyaman terus-menerus ada di dalam gua Plato tanpa mau tahu dengan dunia luar.

Sekali lagi saya tekankan jika saya adalah makhluk yang tidak tahu apa-apa. Tetapi, upaya joker itu bukan ditujukan untuk menggurui, apalagi berlaku seperti kaum sophis. Joker hanya ingin menggali virtue lebih dalam, karena ia philosopia. Saya pun tidak menyangkal jika suatu ketika Anda mendapati saya terbuai oleh bayangan saya sendiri yang terpantul pada dinding gua Plato. Lucem aspicere vix possum, kata Cicero. Toh, pada suatu saat saya akan kembali tersadarkan untuk tidak terbelenggu di dalam gua. Lalu quo vadis Wijen ? Saya pasti tetap melangkah untuk mencari fragmen-fragmen virtue yang masih terserak di sepanjang hidup ini karena saya pada dasarnya tidak setuju dengan ungkapan “hidup hanya sekedar mampir untuk minum kopi”. Rasa-rasanya ungkapan itu malah hanya akan menjadi sedative pap saja. Sebaliknya, saya bukan hanya sekadar mampir, minum, dan pergi tetapi saya akan melihat sekeliling, bertanya dan terkagum akan setiap proses yang saya lalui, mulai dari langkah pertama saya menuju warung kopi hingga langkah terakhir saya ketika meninggalkan warung kopi. Memang benar hidup ini singkat, vita brevis !, tetapi bukan berarti hanya mampir tanpa memaknai esensi dari minum kopi itu sendiri. Konsekuensi logisnya adalah saya menjalani kehidupan ini bukan hanya untuk lahir sampai post mortem tanpa tergelitik dengan subjek-subjek independen yang lain. Ironisnya, sikap saya itu malah bertendensi menimbulkan sejuta tanya dan pro-kontra dari orang lain. Akhirnya, beragam stigma subjektif melekat pada pada saya. Keingintahuan seorang joker dipersepsikan sebagai sebuah disposisi manusia-termasuk disposisi mental dan religiusitas- yang mencakup banyak aspek kehidupan. Hal ini jugalah yang menyebabkan terjadi diskrepansi dan disparitas antara paradigma saya dengan paradigma orang lain –yang cenderung fanatis-ekstrimis dan sangat dogmatis.

Kesimpulannya, saya adalah substansi material yang independen dari subjek lain di sekitarnya di mana ketidaktahuan adalah satu-satunya yang ia tahu. Kondisi ini menjadikannya Joker yang berbeda dari kartu lain dan dianggap tidak lazim oleh sebagian kartu-kartu itu. Saya harap tulisan saya di atas dapat merepresentasikan siapa dan apa saya. Jika terdapat kesalahan, baik kesalahan linguistik, historis, atau kesalahan persepsi akibat ketidaktahuan saya, saya meminta maaf dan dengan rendah hati mengharapkan kritik yang membangun. Sapere Aude !